Untuk melihat media pembelajaran fisika yang sudah dirancang berdasarkan model ASSURE, klik link di bawah ini:
https://docs.google.com/file/d/0B5l8CF1ccEgIbkhGS0VKcEJYSDQ/edit
Semoga dapat membantu....
Sabtu, 09 Juni 2012
Jumat, 01 Juni 2012
TUGAS AKHIR MEDIA PEMBELAJARAN
TUGAS MEDIA PEMBELAJARAN
TENTANG
“MERANCANG MEDIA PEMBELAJARAN”
Oleh:
SHILVIA CITRA RUSTI
NIM. 1104016
Dosen Pembimbing:
Dr. Indrati Kusuman ingrum, M.Pd
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
BAB 1
TEORI PEMBELAJARAN DAN MEDIA
A. Teori Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan
di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti
bahwa berhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut
Witharington (1952) “belajar merupakam perubahan kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola proses yng baru yang berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Crow and Crow dan Hilgrld. Menurut Crow and Crow (1958)
belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.
Sedangkan menurut hilgard (1962) belajar adalah sutu proses dinama suatu
perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu siatuasi. Hal
ini sejalan dengan pendapat Gage (1984) belajar diartikan sebagai suatu proses
di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dari defenisi yang telah dikemukakna
diatas bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungan.
Dalam
perkembangannya, berbagai teori belajar yang telah disampaikan oleh para
ilmuwan tidak ada yang menunjukkan keunggulan yang holistic, karena teori
tersebut hanya memandang dari sisi dan aspek tertentu yang ada dalam diri
manusia. Sehingga segi positif dari teori-teori tersebut perlu dikombinasikan
untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, serta disesuaikan dengan pribadi
dan karakter tiap-tiap individu.
Adapun jenis-jenis teori belajar
adalah, sebagai berikut:
1). Koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang
ditemukan dan dikembangkan oleh Edward
L. Thorndike (1874-1949). Berdasarkan eksperimennya, Thorndike berkesimpulan
bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya,
teori koneksionisme juga disebut “S-R
Bond Theory” dan “S-R Psychology of
Learning”. Di samping itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial
and Error Learning”. (Muhibbin Syah, 2008:105). Setiap manusia maupun organisme
lainnya, jika dihadapkan pada situasi yang baru akan melakukan
tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha
coba-coba itu secara kebetulan ada sesuatu yang dianggap memenuhi tuntutan
situasi dan kondisi, maka tingkah laku atau perbuatan yang kebetulan cocok itu
akan diingatnya. Sedangkan perbuatan atau tingkah laku yang dianggap tidak
dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi akan dilupakan. Tingkah laku ini
terjadi secara otomatis sehingga belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat
tertentu.
2). Pembiasaan (Conditioning)
Pelopor dari teori ini adalah Ivan Pavlov, kemudian dengan
perkembangannya melalui percobaan-percobaan ditemukan teori-teori yang lain
seperti menurut Burrhus Frederic Skinner dan Edwin R. Guthrie.
Teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja, umpamanya dalam belajar penguasaan skills (kecekatan-kecekatan) tertentu (Ngalim Purwanto, 2007:91). Termasuk dalam hal ini adalah keterampilan psikomotorik siswa.
Teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja, umpamanya dalam belajar penguasaan skills (kecekatan-kecekatan) tertentu (Ngalim Purwanto, 2007:91). Termasuk dalam hal ini adalah keterampilan psikomotorik siswa.
3).
Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan, secara umum kognitif diartikan
potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis),
sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
Teori kognitif lebih menekankan
bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang
dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan
cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Tahap-tahap
Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget perkembangan kognitif (kecerdasan)
anak dibagi menjadi empat tahap yaitu tahap sensori motor, pre-operasional,
konkrit operasional dan formal operasional. Tahapan ini hendaknya tidak
dipandang sebagai hal yang statis. Setiap harinya perkembangan mental anak
mengalami kemajuan sesuai dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan
lingkungan. Kematangan dan pengalaman yang cukup memungkinkan anak dapat
mengembangkan struktur mental untuk menghadapi situasi yang dihadapi dengan
cara yang lebih baik.
4). Konstruktivisme
Prinsip konstruktivisme adalah inti
dari filsafat pendidikan William James dan John Dewey (John W. Santrock,
2008:8). Konstruktivisme menekankan agar individu secara aktif menyusun dan
membangun pengetahuan dan pemahaman. Konstruktivisme dikembang luas oleh Jean
Piaget, ia dikenal sebagai seorang psikolog yang pada akhirnya lebih tertarik
pada filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Titik sentral teori Jean
Piaget adalah perkembangan pikiran secara alami dari lahir sampai dewasa,
menurut Piaget untuk memahami teori itu kita harus paham tentang asumsi-asumsi
biologi maupun implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan.
Read More
Minggu, 27 Mei 2012
Manusia pertama yang menginjakkan kaki di bulan
Saat mengibarkan bendera USA |
Jumat, 27 April 2012
Mitos
Mencari alasan Kenapa mitos itu salah?
Jawab.
1 .menurut mitos pembelajaran koperatif
menekankan sekolah untuk berkompetisi perorangan sehingga diantara siswa
terjadi persaingan yang tidak sehat dengan mengakibatkan proses pembelajaran yang
tidak epektif.menurut : arends ( 1997 : 115 ) Belajar koperatif yang
menghendaki siswa didalam kelompok harus sehidup sepenanggungan
bersama,bertanggung jawab segala sesuatu, semua anggota dalam kelompok memiliki
tujuan yang sama, Davidson dalam Noornia 1997 : 24 siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperaitf ternnyata lebih mementingkan orang
lain tidak bersipat kompetitif dan titidak memiliki rasa dendam. dan Bennet (
1991 ) dan jacobs ( 1996 ) menjelaskan
bahwa perasaan antar siswa dalam kelompok saling membantu dan saling
ketergantungan secara positif.
2. siswa yang memiliki kemampuan yang lebih
tinggi didalam pembelajaran kooperartif dalam kelas yang heterogen diharapkan
dapat menjadi tutor sebaya. Menurut
yacobs.(1996 ) Mc Keachie (1994 ) pengelompokan siswa secara heterogen
menurut prestasi , kecerdasan etnik dan jenis kelamin dapat dilakukan oleh
guru.pembelajaran kooperatif didalam kelas heterogen menurut mitos hanya
dikuasai oleh siswa yang berkemampuan tinggi sehingga siswa yang berkemampuan
rendah sulit untuk berhasil dan akan semakin tertinggal.Davidson dalam Noornia
1997 : 24 siswa yang berprestasi dalam
pembelajaran kooperaitf ternnyata lebih
mementingkan orang lain tidak bersipat kompetitif dan titidak memiliki rasa
dendam.Slavin. ( 1995 )menyatakan kontribusi siswa yang memliki prestasi yang
rendah menjadi kurang.
Read More
Read More
Ex Post Facto
PENELITIAN EX POST FACTO
A.
PENGERTIAN
Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang
bertujuan menemukan penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau
fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal yang
menyebabkan perubahan pada variable bebas yang secara keseluruhan sudah
terjadi.
Penelitian ex post facto secara metodis merupakan
penelitian eksperimen yang juga menguji hipotesis tetapi tidak memberikan
perlakuan-perlakuan tertentu karena sesuatu sebab kurang etis untuk memberikan
perlakuan atau memberikan manipulasi. Biasanya karena alasan etika manusiawi,
atau gejala/peristiwa tersebut sudah terjadi dan ingin menelusuri faktor-faktor
penyebabnya atau hal-hal yang mempengaruhinya.
Menurut Watson penelitian ex
post facto bertujuan untuk mencari penyebab perubahan perilaku dengan studi
komparasi secara partisipatif tentang perilaku yang muncul pada saat sekarang
dan perilaku yang tidak muncul dari
suatu kejadian setelah variable bebas terjadi. Sebagai contoh: kita akan
menguji hipotesis bahwa perceraian dapat mengakibatkan penyimpangan perilaku anak-anak. Dalam situasi ini, kita
tidak dapat mengeksperimenkan suatu keluarga untuk melakukan perceraian.
Perceraian dalam hal ini merupakan variable bebas yang tidak dapat
dimanipulasikan. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan berdasarkan
pertimbangan kemanusiaan. Karena hal tersebut, penelitian dilakukan pada
keluarga yang sedang mengalami perceraian.
Kerlinger (1993) mendefinisikan penelitian ex post facto
adalah penemuan empiris yang dilakukan secara sistematis, peneliti tidak
melakukan kontrol terhadap variable-variabel bebas karena manifestasinya sudah terjadi atau
variable-variabel tersebut secara inheren tidak dapat dimanipulasi. Sebagai
contoh: Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh merokok terhadap kemampuan
menyerap oksigen dalam darah. Peneliti tidak mungkin melakukan eksperimen dengan
menyuruh orang menghisap beberapa batang rokok dalam sehari untuk diketahui
pengaruhnya terhadap kemampuan darah dalam mengikat oksigen.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ex post facto
merupakan penelitian untuk menjelaskan atau menemukan bagaimana variable-variabel
dalam penelitian saling berhubungan atau berpengaruh, tetapi juga mengapa
gejala-gejala atau perilakun itu terjadi.
Dasar penelitian ex post
facto adalah:
1. Menilai
dengan subjek yang berbeda pada variable bebas dan mencoba untuk menentukan
konsekuensi yang berbeda. Contoh: pengaruh orang tua tunggal dan orang tua
lengkap(variable terikat) terhadap pembolosan(variable bebas).
2. Dimulai
dari subjek yang berbeda sebagai variable terikat dan berusaha menentukan
penyebabnya dari perbedaan itu. Contoh: perbandingan siswa yang latarnya dari
sekolah tinggi dengan orang-orang yang drop out(variable terikat) pada variable
bebas seperti motivasi atau kedisiplinan.
B.
CIRI-CIRI
PENELITIAN EX POST FACTO
Adapun
ciri penelitian Ex pos facto ini adalah sebagai berikut :
1. Data dikumpulkan setelah semua peristiwa terjadi.
2. Variabel terikat ditentukan terlebih dahulu, kemudian
merunut ke belakang untuk menemukan sebab, hubungan, dan maknanya.
3. Penelitian deskriptif yaitu menjelaskan penemuannya
sebagaimana yang diamati.
4. Penelitian
korelasional, mencoba menemukan hubungan kausal fenomena yang diteliti.
5. Penelitian
eksperimental, dan ex post facto dasar logika yang digunakan dan tujuan yang
ingin dicapai sama yaitu menentukan validitas empiris. Contoh: jika x maka y.
Perbedaan antara penelitian eksperimen dan ex post facto adalah tidak ada
kontrol langsung variable bebas dalam penelitian ex post facto.
6. Penelitian
ex post facto dilakukan jika dalam beberapa hal penelitian eksperimen tidak
dapat dilaksanakan. Hal tersebut adalah:
a) Jika
tidak mungkin memilih, mengontrol, dan memanipulasi faktor-faktor yang
diperlukan untuk meneliti hubungan sebab akibat secara langsung
b) Jika
control semua variable kecuali independent tunggal, tidak realistik, dan
artificial, mencegah interaksi yang normal dengan variable lain yang
mempengaruhi.
c) Jika kontrol secara laboratori untuk beberapa tujuan
tidak praktis, dari segi biaya dan etik dipertanyakan.
Kelebihan Penelitian Ex Post
Facto :
1. Sesuai
untuk keadaan yang tidak dapat dilakukan oleh penelitian eksperimen
2. Informasi
tentang sifat fenomena apa yang terjadi, dengan apa kejadiannya, di bawah
kondisi apa fenomena terjadi, dan dalam sekuensi dan pola seperti apa fenomena
terjadi,
3. Kemajuan
dalam teknik statistik membuat desain ex post facto lebih bertahan.
Kelemahan Penelitian Ex Post
Facto :
1. Kurang
kontrol terhadap variable bebas
2. Sulit memastikan apakah faktor-faktor penyebab telah
dimasukkan dan diidentifikasi
3. Tidak ada faktor tunggal yang menjadi sebab suatu akibat,
tetapi beberapa kombinasi dan interaksi faktor-faktor berjalan bersama di bawah
kondisi tertentu menghasilkan akibat tertentu.
4. Suatu fenomena mungkin bukan saja hasil dari sebab yang
banyak, tetapi juga dari satu sebab dalam satu hal dan dari sebab yang lain.
5. Jika
hubungan antara dua variable ditemukan, sulit menemukan mana yang sebab dan
mana yang akibat.
6. Kenyataan
yang menunjukkan bahwa dua atau lebih faktor berhubungan tidak mesti menyatakan
hubungan sebab akibat. Semua faktor bias
jadi berhubungan dengan suatu faktor tambahan yang tidak dikenal atau tidak
diamati.
7. Mengklasifikasikan subyek ke dalam kelompok dikotomi
(misalnya yang berprestasi dan yang tidak berprestasi) untuk tujuan komparasi
penuh dengan masalah, karena kategori seperti ini adalah samar-samar, dapat bervariasi,
dan sementara.
8. Penelitian komparatif dalam situasi yang alami tidak
memberikan seleksi subyek yang terkontrol. Sulit menempatkan kelompok subyek
yang sama dalam segala hal kecuali pemaparan mereka terhadap satu variable.
C.
LANGKAH-LANGKAH
PENELITIAN EX POST FACTO
Untuk
mendapatkan hasil penelitian yang baik, peneliti perlu melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perumusan
Masalah
Masalah yang ditetapkan harus mengandung
sebab atau kausa bagi munculnya variabel dependen, yang diketahui berdasarkan
hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan atau penafsiran peneliti terhadap
hasil observasi fenomena yang diteliti. Masalah penelitian ini dapat berbentuk
pernyataan hipotesis atau tujuan. Rumusan hipotesis digunakan jika sifat dasar
perbedaan dapat diprediksi oleh peneliti sebelum data dikumpulkan. Sedangkan
rumusan pernyataan tujuan digunakan bila peneliti tidak dapat memprediksi
perbedaan antar kelompok subjek yang dibandingkan dalam variabel tertentu.
2. Hipotesis
Setelah masalah dirumuskan, peneliti
harus mampu mengidentifikasikan tandingan atau alternatif yang mungkin dapat
menerangkan hubungan antar variabel independen dan dependen.
3. Pengelompokkan
Data
Penentuan kelompok subjek yang akan
dibagi, pertama-tama kelompok yang diplih harus memiliki karakteristik yang
menjadi konsen penelitian. Selanjutnya Peneliti memilih kelompok yang tidak
memiliki karakteristik tersebut atau berbeda tingkatannya.
4. Pengumpulan
Data
Hanya data yang diperlukan yang
kumpulkan, baik yang berhubungan dengan variabel dependen maupun berkenaan
dengan faktor yang dimungkinkan munculnya hipotesis tandingan. Karena
penelitian ini menyelidiki fenomena yang sudah terjadi, sering kali data yang
diperlukan sudah tersedia sehingga peneliti tinggal memilih sumber yang sesuai.
Disamping itu berbagai instrumen seperti les, angket, interview, dapat
digunakan untuk mengumpul data bagi peneliti.
5. Analisis
Data
Teknik analisis data yang digunaka,
serupa dengan yang digunakan dalam penelitian diferensial maupun eksperimen.
Dimana perbandingan nilai variabel dependen dilakukan antar kelompok subjek
atas dasar faktor yang menjadi konsen. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik
analaisi uji-T, independen atau ANAVA, tergantung dari jumlah kelompok dari
faktor tersebut. Apapun teknik analisis statistik inferensial yang digunakan,
biasanya analisis tersebut diawali dengan perhitungan niali rata-rata atau mean
dan stansar deviasi untuk mengetahui antar kelompok secara deskripitif.
6. Penafsiran
Basil
Pernyataan sebab akibat dalam penelitian
ini perlu dilakukan secara hati-hati. Kualitas hubungan antar variabel
independen dan dependen sangat tergantung pada kemampuan peneliti untuk memilih
kelompok perbandingan yang homogen dan keyakinan bahwa munculnya hipotesis
tandingan dapat dicegah.
Kamis, 26 April 2012
Trik Cepat Memasukkan Flash (SWF) ke Slide Power Point
Trik Cepat Memasukkan Flash (SWF) ke PowerPoint
Pada
trikkali ini, akan menampilkan file atau animasi yang telah diubah menjadi
Flash Movie (SWF) ke dalam halaman slide PowerPoint, dengan cara berikut:
- Masih di halaman kerja PowerPoint, klik iSpring pada address bar dan klik Insert Flash
- Pada kotak dialog temukan file flash Anda dan open
- Kembali ke halaman PowerPoint dan lihat apakah file flash sudah masuk
- Jika ukuran flashnya memenuhi halaman kerja powerpoint, Anda bisa mengubah ukuran dengan klik kanan dan pilih Format Control (ubah ukuran dan posisinya) lalu klik OK
- Jalankan SlideShow atau dengan menekan tombol keyboard F5
SELAMAT MENCOBA....
Selasa, 24 April 2012
Pembelajaran Kolaboratif
"PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN INDIVIDUAL”
14
level keterampilan pembelajaran kooperatif (Johnson dkk.1984:45):
a.
Pembentukan
(Forming)
Keterampilan dasar yang
dibutuhkan atau diperlukan untuk menetapkan berfungsinya kelompok belajar
kooperatif.
Contoh:
Adanya difusi pembagian
tugas, masing-masing anggota kelompok mendapat pembagian tugas yang merata.
Setiap kelompok dibagi secara heterogen yang terdiri dari 3-4 orang.
b.
Pemanfaatan
(functioning)
Keterampilan yang dibutuhkan
atau diperlukan untuk mengelola kegiatan-kegiatan kelompok dalam menyelesaikan
tugas dan dalam menjaga efektivitas hubungan kelompok diantara para anggota
Contoh:
·
Keterampilan tingkat bawah
Menghargai kontribusi, hal
ini berarti memperhatikan/ mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan
anggota lain. Bukan berarti harus harus setuju kelompok lai, dapat saja kritik
terhadap ide-ide.
Mendorong partisipasi,
mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas
kelompok. Keterampilan ini perlu karena jika ada siswa yang tidak
berpartisipasi dalam kelompok maka hasil dari kelompok tidak akan terselesaikan
pada waktunya atau hasilnya kurang memuaskan.
·
Keterampilan tingkat menengah
Bertanya berarti siswa dapat
meminta atau menanya atau penjelasan. Dapat mendorong anggota kelompok yang
sedang tidak aktif atau malu untuk ikut berperan serta dalam kegiatan
Mendengar dengan aktif ,
berarti mampu menggunakan pesan pisik, dan lisan sehingga pembicara tahu bahwa
siswa bisa menyerap informasi .
·
keterampilan tingkat mahir
Mengelaborasi, berarti mampu memperluas
konsep, kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan tpik-topik
tertentu.
Berkompromi,
berarti membangun rasa hormat kepad orang lain, belajar untuk mengkritik
pendapat dan bukan mengkritik orangnya dan mengurangi perbedaan.
Langganan:
Postingan (Atom)